Kalau
di depanmu ada dua gelas
minuman. Yang satu jus jeruk dengan warna menarik, dan yang satu lagi
jamu dengan warna tidak menarik. Mana yang akan kamu pilih? Mungkin akan
timbul
beberapa jawaban :
A. Jus jeruk dong, jamu kan
pahit.
B. Tergantung kebutuhannya,
kalau lagi sakit pasti minum jamu. Kalau lagi sehat pasti minum jus
jeruk.
C. Dua-duanya, sedang atau
tidak sedang sakit.
Atau kamu punya jawaban sendiri
tentang hal ini?
Baik,
sama hal nya ketika kita
dihadapkan pada pilihan hidup yang berkeliaran disekitar kita. Pilihan
yang
seringkali membuat kita bingung, galau, pusing, dan lain sebagainya. Jus
jeruk dan jamu hanya dua pilihan yang mudah saja kita menjawabnya.
Zaman ini memaksa kita
menghadapi banyak pilihan. Percaya atau tidak? Coba kita lihat dari segi
makanan saja. Mungkin zaman dulu jenis makanan tidak sebanyak seperti sekarang ini. Kalau
sekarang, untuk memilih menu makan siang saja, kita dihadapkan dengan lebih dari 10
stand makanan yang berjajar di foodcourt. Dari mulai makanan Indonesia, jepang, thailand,
dan lain sebagainya. Daging ayam, sapi, bebek, ikan, atau bahkan mungkin daging
unta? :D
Atau
ketika kita akan membeli
handphone. Beberapa tahun silam yang namanya handphone, ya begitu-begitu
saja, bisa sms, bisa telepon, selesai sampai disitu. Sekarang? Dari
mulai merk nya saja kita mungkin sudah kebingungan mau memilih merk apa.
Lalu dari bentuk nya, querty atau touch screen, kecil atau
besar, tebal atau tipis. Belum lagi warna nya, fitur nya, dan harga nya.
Tambah
lagi accessories handphone nya, kartu perdana nya, paket internet nya.
Aaaaakk~
banyak sekali pilihan dari satu buah barang saja! Sia-sia sekali kalau
hidup
ini hanya disibukkan dengan memilih hal-hal yang tidak kekal.
Itu masih pilihan-pilihan sederhana, yang mungkin tidak terlalu besar resikonya ketika kita kurang tepat memilih. Lalu bagaimana dengan pilihan yang tidak sederhana? Yang mungkin akan menghadirkan resiko lebih besar?
Itu masih pilihan-pilihan sederhana, yang mungkin tidak terlalu besar resikonya ketika kita kurang tepat memilih. Lalu bagaimana dengan pilihan yang tidak sederhana? Yang mungkin akan menghadirkan resiko lebih besar?
Pilihan pasti menghadirkan resiko. Maksudnya? Mari kita belajar dari kasus berikut ini.
Setelah
lulus sekolah, apakah kita akan kuliah atau bekerja? Ketika kita
memilih untuk bekerja, maka akan ada resiko yang kita terima yaitu:
mungkin terlambat kuliah beberapa tahun, tidak bisa ambil beasiswa tahun
ini, dan lain sebagainya. Apakah dengan kita memilih bekerja kita
kehilangan banyak kesempatan untuk kuliah? Tentu tidak. Jangan khawatir,
kesempatan akan selalu dihadirkan oleh-Nya untuk orang-orang yang giat
'mencari kesempatan'. Jadi kesempatan cukup mirip dengan hidayah, ia
tidak hadir dengan sendirinya, tapi harus dijemput! Jemput kesempatan
yang mungkin masih bersembunyi disekelilingmu!
Jadi, tidak ada istilah kehilangan kesempatan. Kesempatan hanya bersembunyi, ia butuh waktu yang tepat saja untuk kita temui :)
Ketika sudah memilih, mengorbankan pilihan yang lain, dijalani, tidak sesuai harapan. Munculah pernyataan: Keadaan yang memaksa memilih jalan ini!
Maksudnya lagi? Mari kita belajar dari kasus berikut ini. (Belajar kasus mulu ya? :p)
Ini
kasus klasik yang sering kita temui di televisi. Ada seorang ibu,
ditinggal pergi oleh suaminya. Pada akhirnya ibu ini harus menjadi
tulang punggung keluarga. Untuk meraup rupiah yang banyak, ibu ini
memilih jalan pintas yaitu menjadi seorang -maaf- kupu-kupu malam.
Ketika ditanya ibu ini menjawab: "Keadaan yang memaksa saya untuk
mengerjakan pekerjaan hina ini!". Dalam sebuah pilihan, sebenarnya tidak
ada keadaan yang memaksa. Jawaban ibu tersebut sebenarnya hanyalah
sebuah bentuk pembelaan terhadap diri. Dari awal pasti sudah banyak
pilihan yang halal, misalnya menjadi pembantu rumah tangga, bekerja di
toko-toko kecil, dan masih banyak pilihan lain yang tentu saja halal.
Hanya saja ibu ini lebih memilih menjadi kupu-kupu malam. Dengan sadar
se-sadar-sadarnya, ibu ini memilih jalan yang keliru.
Kasus
yang kedua, terjadi pada diri saya sendiri :p Ketika lulus SMP empat
tahun silam, saya bingung untuk melanjutkan sekolah. SMA atau SMK?
Setelah dijalani, masuk SMK 4 tahun ternyata seperti ini, sedikit lebih
sulit untuk kuliah, lulus tidak tepat waktu. Dan saya juga sempat
mengeluh: keadaan yang memaksa saya masuk SMK. Teman2 yang mayoritas
masuk SMK, dorongan orangtua, apalagi saat itu SMK sedang
digembor-gemborkan di media. Dan akhirnya saya memilih masuk SMK.
Sebenarnya
faktor keadaan hanya mempengaruhi seper-sekian persen saja, jadi tidak
bisa kalau disebut keadaan yang telah memaksa. Dengan penuh kesadaran,
saya sendirilah yang telah memutuskan untuk masuk SMK, bukan keadaan.
Jadi, tidak perlu menyalahkan siapapun atas pilihan yang telah kita tentukan.
Untuk
yang sedang risau menentukan pilihan, keputusan adalah mutlak milik
kita sendiri. Saat kita mulai mengeluh terhadap pilihan hidup kita,
ingatlah, itu adalah jalan yang kita ambil pada waktu silam. Keputusan
yang baik ditentukan oleh proses pengambilan keputusan yang baik pula.
Sertakan Yang Maha Bijaksana dalam setiap proses pengambilan keputusan
kita. Sekali lagi, jangan pernah menyalahkan siapapun atas pilihan yang
kita tentukan.
No comments:
Post a Comment